BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Lampiran
Peraturan Menteri Pendidikan Dasar (Permendiknas) RI No. 22 Tahun 2006,
menyebutkan bahwa, dalam setiap kesempatan pembelajaran matematika hendaknya
dimulai dengan pengenalan masalah yang sesuai dengan situasi (contextual
problem). Lebih lanjut dikemukakan dalam salah satu tujuan mata pelajaran
matematika adalah: “Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami
masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi
yang diperoleh”. Sementara itu, dalam Permendiknas nomor 16 tahun 2007 tentang
standar kualifikasi akademik dan kompetensi guru. Secara garis besar permen
tersebut berisi 4 kompetensi inti guru yaitu: kompetensi pedagogik, sosial,
kepribadian, dan profesional. Pada kompetensi profesional untuk guru SD mengandung
tuntutan diantaranya adalah menerapkan berbagai pendekatan, model, strategi,
metode, dan teknik pembelajaran yang mendidik secara kreatif. Pada kompetensi
pedagogik mengandung tuntutan diantaranya pada pembelajaran matematika guru SD
mampu menggunakan matematisasi horizontal dan vertical untuk menyelesaikan
masalah matematika dan masalah dalam dunia nyata, dan mampu menggunakan
pengetahuan konseptual, prosedural, dan keterkaitan keduanya dalam pemecahan
masalah matematika, serta penerapannya dalam kehidupan seharihari. Hal tersebut
diperkuat dengan Permendiknas RI No. 41 tahun 2007 yang menyebutkan bahwa
proses pembelajaran pada setiap satuan pendidikan dasar dan menengah harus
interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, dan memotivasi peserta didik
untuk berpartisipasi aktif serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa,
kreativitas dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik
serta psikologis peserta didik.
Oleh karena itu,
dalam pembelajaran matematika di SD guru diharapkan dapat menerapkan pendekatan
yang mendidik secara kreatif, yaitu diantaranya dapat menggunakan matematisasi
horizontal dan vertikal untuk menyelesaikan masalah matematika dan masalah
dalam dunia nyata. Pembelajaran matematika hendaknya dimulai dengan pengenalan
masalah atau mengajukan masalah riil atau nyata, yaitu pembelajaran yang
mengaitkan dengan kehidupan sehari-hari siswa, kemudian siswa secara bertahap
dibimbing untuk menguasai konsep matematika dengan melibatkan peran aktif siswa
dalam proses pembelajaran.
B.
Tujuan
Makalah ini
disusun dengan maksud untuk menambah wawasan pembaca sebagai guru.
1. Dimana pembaca (guru) dapat memahami dan
dapat mendesain sendiri Model Pembelajaran Berbasis Masalah dalam proses belajar
mengajar.
2.
Menjadikan pembelajaran lebih bermakna.
C.
Manfaat
Adapun manfaat Model
Pembelajaran Berbasis Masalah bagi siswa sebagai berikut:
1. Dapat
membantu siswa untuk mengembangkan keterampilan berpikir dan keterampilan
mengatasi masalah
2. Dapat
membantu siswa untuk mengembangkan keterampilan berpikir dan keterampilan
mengatasi masalah serta menjadi pelajar
yang mandiri.
BAB
II
KAJIAN
PUSTAKA
A.
Pengertian
Model Pembelajaran Berbasis Masalah
Berikut
ini kami menyajikan beberapa pendapat tentang Model Pembelajan Berbasis
Masalah: Model pembelajaran
berbasis masalah (Problem-Based Learning) adalah suatu pembelajaran yang
di awali dengan menghadapkan siswa pada suatu masalah. (Roh,2003:1;
James Rhem,1998:1 dalam http://jurnal.upi.edu
2011).
Menurut
Richrad I Arends dalam jurnal (http://risqi.blog.com), Pembelajaran Berbasis
Masalah merupakan metode pembelajaran aktif yang digunakan untuk masalah
terstruktur yang merupakan tanggapan dari hasil pembelajaran. Pada model
pengajaran ini, digunakan untuk menyelesaikan masalah mempunyai struktur yang
kompleks yang tidak cukup bila dikerjakan dengan algoritma yang sederhana. Pada
Pembelajaran Berbasis Masalah ini, siswa diberi kesempatan untuk mengembangkan
kemampuannya sendiri. Pembelajaran Berbasis Masalah dirancang terutama untuk
membantu siswa mengembangkan ketrampilan berfikir, ketrampilan menyelesaikan
masalah, dan ketrampilan intelektualnya, mempelajari peran-peran orang dewasa
dengan mengalaminya melalui berbagai situasi riil atau situasi yang
disimulasikan dan menjadi pelajar mandiri dan otonom
Sedangkan
Menurut Arends (http://jurnal.upi.edu, 2011) pembelajaran berbasis masalah
(PBM) merupakan suatu pendekatan pembelajaran di mana siswa mengerjakan
permasalahan yang autentik dengan maksud untuk menyusun pengetahuan mereka
sendiri, mengembangkan inkuiri dan keterampilan berpikir, mengembangkan
kemandirian, dan percaya diri.
Arens dalam (http://sharingkuliahku.wordpress.com)
menyatakan bahwa model pembelajaran berdasarkan masalah adalah model
pembelajaran dengan pendekatan pembelajaran siswa pada masalah autentik,
sehingga siswa dapat menyusun pengetahuannya sendiri, menumbuhkembangkan keterampilan yang lebih tinggi
dan inquiri, memandirikan siswa, dan meningkatkan kepercayaan diri sendiri.
Model ini bercirikan penggunaan masalah kehidupan nyata sebagai sesuatu yang
harus dipelajari siswa untuk melatih dan meningkatkan keterampilan berpikir
kritis dan menyelesaikan masalah, serta mendapatkan pengetahuan konsep-konsep
penting. Pendekatan pembelajaran ini mengutamakan proses belajar dimana tugas
guru harus memfokuskan diri untuk membantu siswa mencapai keterampilan
mengarahkan diri. Pembelajaran berdasarkan masalah penggunaannya di dalam
tingkat berpikir lebih tinggi, dalam situasi berorientasi pada masalah,
termasuk bagaimana belajar.
B.
Konsep
dan Karakteristik Pembelajaran Berbasis Masalah
Pendekatan
Pembelaaran Berbasis Masalah berkaitan dengan pengunaan intelegensi dari dalam diri individu yang
berada dalam sebuah kelompok orang, atau lingkungan untuk memecahkan masalah
yang bermakna, relevan, dan kontekstual.
Boud
dan Feletti dalam Rusman (2011: 230)
mengemukakan bahwa pembelajaran berbasis masalah inovasi yang paling
signifikan dalam pendidikan. Dimana
kurikulum Pembelajaran Berbasis Masalah sangat membantu untuk meningkatkan perkembangan ketrampilan belajar sepanjang
hayat dalam pola pikir yang terbuka, reflektif, kritis, dan belajar aktif.
1. Masalah,
pedagogi, dan Pembelajaran Berbasis Masalah
Kekuatan masalah
Masalah
dapat mendorong keseriusan, inquiry, dan berpikir dengan cara yang bermakna dan
sanggat kuat (powerful). Pendidikan
memerlukan perespektif baru dalam
menemukan berbagai permasalahan dan
cara memandang suatu masalah.
Berbagai
trobosan dalam ilmu pengetahuan dan
teknologi merupakan hasil dari adanya
ketertarikan terhadap masalah. Pada umumnya pendidikan dimulai dari
ketertarikan masalah, dilanjutkan dengan
menentukan masalah, dan penggunaan berbagai dimensi berpikir.
Masalah
dan pedagogi
Menurut
Shulman (1991) Pendidikan merupakan proses membantu orang mengembangkan
kapasitas untuk belajar bagaimana menghubungkan kesulitan mereka dengan
teka-teki yang berguna untuk membentuk masalah.
Dari
segi paedagogis, pembelajaran berbasis masalah didasarkan pada teori belajar
konstruktvisme dengan ciri:
1. Pemahaman
diperoleh dari interaksi dengan scenario permasalahan dan linkungan belajar.
2. Pergulatan
dengan masalah dan proses inquiry masalah menciptakan disonansi
kognitif yang menstimulasi belajar.
3. Pengetahuan
terjadi melalui proses kolaborasi negosiasi social dan evaluasi terhadapa
keberadaan sebuah sudut pandang.
2. Pengertian
dan Karakteristik Pembelajaran Berbasis Masalah
Menurut
Slavin (http://jurnal.upi.edu, 2011) karakteristik lain dari PBM meliputi
pengajuan pertanyaan terhadap masalah, fokus pada keterkaitan antar disiplin,
penyelidikan authentik, kerja sama, dan menghasilkan produk atau karya yang
harus dipamerkan. Pembelajaran
berbasis masalah merupakan penggunaan berbagai macam kecerdasan yang diperlukan
untuk melakukan konfrontasi terhadap tantangan dunia nyata, kemampuan untuk menghadapi segala sesuatu yang baru dan kompleksitas yang ada. Tan dalam Rusman(2011:
232).
Karakterisktik
pembelajaran berbasis masalah adalah sebagai berikut:
a. Pembelajaran
menjadi strating point dalam belajar
b. Permasalahan
yang diangkat adalah permasalahan yang
ada di dunia nyata yang tidak
terstruktur.
c. Permasalahan
memebutuhkan persepektif ganda (multiple perspective),
d. Permasalahan,
menantang pengetahuan yang dimiliki oleh
siswa, sikap, dan kompetensi yang
kemudian membutuhakn identifikasi
kebutuhan belajar dan bidang baru dalam belajar,
e. Belajar
pengarahan diri menjadi hal yang utama,
f. Pemanfaatan sumber pengetahuan yang beragam,
pengunaannya, dan evaluasi sumber informasi merupakan proses yang esensial
dalam Pembelajaran Berbasis Masalah.
g. Belajar
adalah kolaborasi, komunikasi dan kooperatif.
h. Pengembangan
ketrampilan inquiry dan pemecahan masalah sama pentingnya dengan penguasaan isi pengetahuan untuk mencari
solusi dari sebuah permasalahan,
i.
Keterbukaan proses dalam Pembelajaran
Berbasis Masalah meliputi sintesis dan integrasi dari sebuah proses belajar,
dan
j.
Pembelajran Berbasis Masalah meliputi
evaluasi dan review pengalaman siswa dan proses belajar.
Studi kasus Pembelajran Berbasis Masalah meliputih:
1) penyajian masalah, 2) menggerakan inquiry, 3) langkah-angkah PBM, yaitu
analisis inisial, mengangkat isu-isu
belajar, interaksi kemandirian dan kolaborasi pemecahan masalah, integrasi
pengetahuan baru, penyajian solusi dan evaluasi.
Pembelajaran
Berbasis Masalah tergantung dari tujuan
yang ingin dicapai apakah berkaita dengan: 1) penguasaan isi pengetahuan yang
bersifat multidiscipline, 2) penguasaan
ketrampilan proses dan disiplin heuristic, 3) belajar ketrampilan pemecahan
masalah, 4) belajar ketrampilan kolaboratif, 4) belajar ketrampilan kehidupan
yang lebih luas.
Ketika
tujuan PBM lebih luas, maka pembelajaran pun menjadi lebih kompleks dan proses
PBM membutuhkan siklus yang lebih panjang.
Jenis
PBM yang akan dimaksud dalam kurikul tergantung pada profil dan kematangan siswa,
pegalaman masa lalu siswa, fleksibilitas
kurikulum yag ada, tuntutan
evaluasi, waktu dan sumber yang ada.
C.
Peran
Guru dalam Pembelajaran Berbasis Masalah
Guru
harus menggunakan proses yang pembelajaran yang akan mengerakkan siswa menuju kemandirian, kehidupan yag lebih luas, dan belajar
sepanjang hayat. Lingkungan
belajar yang dibangun guru harus
mendorong cara berpikir reflektif, evaluasi kritis, dan cara pikir yang berdayaguna. Peran guru dalam PBM
berbeda dengan peran guru di
dalam kelas. Guru dalam PBM terus berpikir tentang beberapa hal yaitu:
a. Bagaimana
dapat merancang dan menggunakan permasalahan yang ada di dunia nyata, sehingga
siswa dapat menguasai hasil belajar?
b. Bagaimana
bisa menjadi pelatih siswa dalam proses pemecahan masalah, pengarahan diri, dan belajar dengan teman
sebaya?
c. Dan
bagaiaman siswa memandang diri mereka sendiri sebagai pemecahan masalah yang
aktif?
Guru
dalam Pembelajaran Berbasis Masalah juga
memusatkan perhatiannya pada: 1)
menfasilitasi proses PBM, mengubah cara
berfikir, mengembangkan ketrampilan inquiry, menggunakan pembelajaran
kooperatif; 2) melatih siswa tentang strategi pemecahan masalah;
pemberian alas an yang mendalam, metakognisi, berpikir kritis, dan
berpikir secara system; dan 3) menjadi perantara proses penguasaan informasi;
meneliti lingkungan informasi, mengakses sumbe informasi yang beragam, dan
mengadakan koneksi.
1.
Menyiapkan
Perangkat Berpikir Siswa
Bebrapa hal yang dapat
dilakukan guru untuk menyiapkan siswa dalam PBM adalah: 1) membantu siswa
mengubah cara berpikir; 2) menjelaskan apakah PBM itu? Pola apa yang dialami oleh siswa?; 3) memberi
siswa ikhtisar siklus PBM, struktur, dan batasan waktu; 4) mengomunikasikan
tujuan, hasil dan harapan; 5) menyiapkan siswa untuk pembaruan dan kesulitan
yang akan menghadang; dan 6) membantu siswa merasa memiliki masalah.
2.
Menekankan
Belajar Kooperatif
PBM
menyediakan cara untuk inqury
yang bersifat kolaborasi dan belajar Bray,dkk dalam Rusman (2011;235)
mengambarkan inquiry kolaboratif sebagai
proses di mana orang melakukan refleksi dan kegiatan secara berulang-ulang,
mereka bekerja dalam tim untuk menjawab pertanyaan penting. Dari pendapat
diatas dapat disimpulkan bahwa pada Pembelajaran Berbasis Masalah lebih menekankan pembelajaran inquiry
kolaboratif yang di kerjakan dengan tim secara berkelompok.
3.
Memfasilitasi
Pembelajaran Kelompok Kecil dalam Pembelajaran Berbasis Masalah
Belajar dalam kelompok
kecil lebih mudah dilakukan apabila anggota berkisar antara 1 sampai 10 siswa
atau bahkan lebih sedikit dengan satu orang guru. Guru dapat menggunakan berbagai teknik belajar
kooperatif untuk mengabungkan
kelompok-kelompok tersebut dalam langkah-langkah yang beragam dalam siklus PBM
untuk menyatukan ide, berbagai hasil belajar, dan penyajian ide.
4.
Melaksanakan
Pembelajaran Berbasis Masalah
Guru mengatur
lingkungan belajar untuk mendorong penyatuan dan pelibatan siswa dalam masalah.
Guru juga memaikan peran aktif dalam memfasilitasi inquiry kolaboratif dan
proses belajar siswa.
Dalam
Pembelajaran Berbasis Masalah guru mempunyai peranan tertentu sebagaimana telah
diuraikan di atas, berikut ini kami menyajikan 3 fase Pembelajaran Berbasis
Masalah menurut Tsuruda (http://pasca.undiksha.ac.id)
Fase
sebelum pembelajaran.
·
memastikan bahwa siswa-siswa memahami
masalah yang diberikan
·
menjelaskan hal-hal yang diharapkan dari
siswa
·
menyiapkan mental para siswa untuk
menyelesaikan masalah dan pengetahuan yang telah siswa miliki yang akan berguna
untuk membantu dalam memecahkan
Fase
selama pembelajaran.
·
memberikan siswa kesempatan untuk
bekerja tanpa petunjuk dari guru atau hindari memberikan bantuan di awal kerja
siswa
·
menggunakan waktu untuk mendeteksi
perbedaan –perbedaan siswa berfikir, ide-ide yg digunakan dlm memecahkan
masalah
Fase
sesudah pembelajaran.
·
siswa-siswa akan bekerja sebagai
komunitas belajar, berdiskusi, menguji dan menghadapi berbagai macam
penyelesaian yang diperoleh siswa
·
menggunakan kesempatan ini untuk
mengetahui cara siswa berfikir dan cara mereka mendekati permasalahan
·
membuat ringkasan ide-ide pokok dan
mengidentifikasi masalah-masalah untuk kegiatan selanjutnya
D.
Desain
Masalah dalam Pembelajaran Berbasis Massalah
Dalam
desain masalah dalam Pembelajaran Berbasis Masalah dalam makalah ini kami lebih
menekankan pada contoh, berikut ini kami sajikan Pelaksanaan Pembelajaran Berbasis Masalah Matematika:
Pelaksanaan PBM
Menurut Wardhani dalam (www.slideshare.net), pelaksanaan PBM adalah sebagai
berikut: Tugas-tugas perencanaan: a. Menetapkan tujuan pembelajaran; b.
Merancang situasi masalah yang sesuaic. Mengorganisasi sumberdaya dan rencana
logistik. Tugas Interaktif: a. Mengorientasikan siswa pada situasi masalah;
b. Mengorganisasi siswa untuk belajar;
c. Membimbing penyelidikan individual maupun kelompok serta
mengembangkan dan menyajikan hasil karya
Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah.
Contoh Pembelajaran
Matematika Berbasis Masalah
Materi : Penjumlahan
Pecahan Berbeda Penyebut
Langkah-langkah
Pembelajaran
Pendahuluan: Tahap 1: Orientasi siswa pada situasi masalah. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran dan
pokok-pokok materi yang akan dipelajari.
Apersepsi, yaitu melalui tanya jawab guru mengingatkan kembali tentang:
pecahan dan lambangnya, istilah pembilang dan penyebut, pecahan senilai, dan
penjumlahan dua pecahan sama penyebut.
Memberikan motivasi, yaitu dengan memberikan permasalahan pada siswa
contoh: " Ibu punya 2 potong kue yang telah dipotong menjadi 3 dan 4
bagian. Kue-kue ini akan ibu bagikan kepada 3 orang anak dan masing-masing anak
akan mendapatkan 2 potongan kue yang berbeda. Berapa bagian kue yang diterima
masing-masing anak?." Anak diberi
kesempatan berpikir sejenak, kemudian guru menyampaikan pada siswa:
"ikutilah pembelajaran dengan baik maka kalian akan dapat menjawab
permasalahan tersebut."
Kegiatan Inti: Tahap 2: Mengorganisasi siswa untuk belajar. Siswa bekerja dalam kelompok kecil
beranggotakan 4 sampai 5 siswa. Siswa
bekerja dalam kelompok menyelesaikan permasalahan yang diajukan guru. Ada 3
permasalahan setara yang akan dibahas siswa dalam kelas. Masing- masing
kelompok membahas satu permasalahan dan dimungkinkan satu permasalahan dibahas
oleh dua kelompok. Sebelum siswa di bagikan menjadikan beberapa kelompok guru
harus memastiakn siswa sudah memahami masalah yang akan di bahas. Tahap 3: Membimbing penyelidikan
individual maupun kelompok. Guru memberi
kesempatan luas kepada siswa untuk berpikir dan bertindak menurut cara
masing-masing dan guru berperan sebagai fasilitator. Guru berkeliling untuk mengamati, memotivasi
dan memfasilitasi serta membantu siswa yang memerlukan.
Tahap 4: Mengembangkan dan menyajikan hasil karya. Siswa mempresentasikan hasil
pekerjaan/penyelesaian masalah dan alasan atas jawaban permasalahan di depan
kelas. Kelompok yang lain menanggapi atau mengkomunikasikan hasil kerja
kelompok yang mendapat tugas. Guru
memberi penguatan terhadap jawaban siswa, yaitu dengan mengacu pada jawaban
siswa dan melalui tanya jawab membahas penyelesaian masalah yang
seharusnya. Mengacu pada penyelesaian
jawaban siswa, guru dan siswa membuat penegasan atau kesimpulan cara
menjumlahkan dua pecahan
Penutup: Tahap 5: Menganalisis dan mengevaluasi proses
pemecahan masalah. Guru dan siswa
membuat penegasan atau kesimpulan cara menentukan hasil penjumlahan dua
bilangan berbeda penyebut. Guru
mengadakan refleksi dengan menanyakan kepada siswa tentang: hal-hal yang
dirasakan siswa, materi yang belum dipahami dengan baik, kesan dan pesan selama
mengikuti pembelajaran. Siswa
mengerjakan tugas-tugas yang diberikan guru.
Penilaian Hasil Belajar:
Penilaian proses dilakukan pada saat siswa melakukan diskusi dan
presentasi, yaitu keterlibatan dan aktivitas siswa dalam kelompok, partisipasi
siswa selama proses pembelajaran. Penilaian yang dapat digunakan adalah
penilaian unjuk kerja, afektif, atau sikap.
Penilaian hasil didasarkan pada hasil kerja siswa seperti penyelesaian
permasalahan lembar kerja dan lembar tugas atau latihan.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Salah satu pembelajaran yang dapat
membelajarkan siswa sehingga memiliki keterampilan untuk menyelesaikansuatu
masalah adalah melalui pembelajaran berbasis masalah atau problem based
learning. Dimana pembelajaran ini dimulai dengan menghadirkan suatu masalah
yang relevan dengankehidupan siswa, selanjutnya melalui peran guru sebagai
fasilitator siswa dibimbing untuk menyelesaikan permasalahan tersebut. Suatu
masalah dapat digunakan untuk mengenalkan suatu konsep atau melatih
keterampilan, untuk itu penting bagi guru untuk dapat menggunakan model PBM
dalam mengenalkan konsep ataupun melatih keterampilan suatukonsep.
DAFTAR PUSTAKA
Abas Nurhayati. 2011.”Pengertian
Model Pembelajaran Berbasis Masalah” Blogspot Online (http://sharingkuliahku.wordpress.com/2011/11/21/pengertian-model-pembelajaran-berbasis-masalah/)
Farurazi, 2011 ”Penerapan
Pembelajaran Berbasis Masalah untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis dan
Komunikasi Matematika Siswa Sekolah Dasar” Jurnal online (http://jurnal.upi.edu/file/8-Fachrurazi.pdf)
Gina Nur Hidayani 2011. “ Pembelajaran
Matematika Berbasis Masalah” http://www.slideshare.net/Interest_Matematika_2011/ppt-12334713
Kartiwi Putu Desaka. 2009. “PENGARUH PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DITINJAU
DARI BAKAT NUMERIK DAN KECEMASAN SISWA TERHADAP PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA SISWA
KELAS X SMA NEGERI 1 KUTA” Jurnal Undiksha. (http://pasca.undiksha.ac.id/e-journal/index.php/jurnal_pp/article/view/3/2 )
Rusman
“Model-model Pembelajaran” PT
Rajagrafindo Persada. Jakarta 2011
Tresnaningsih Rizqi.
2010. “Eksperimentasi Pembelajaran
Berbasis Masalah Dan Diskusi Kelas Terhadap Prestasi Belajar Matematika Siswa Kelas
X Ditinjau Dari Iq Siswa Pada Materi Logika Matematika Sma Negeri Kabupaten
Magetan Tahunajar 2009/2010” .Jurnal online (http://risqi.blog.com/files/2010/12/jurnal-rizqi.pdf )